Yang Membuat orang tak terkalahkan
Seorang bijak bestari suatu kali memanggil
anak-anaknya. Pada saat mendekati ajalnya itu ia seperti hendak memberi pesan
bermakna kepada mereka untuk yang terakhir kalinya. Ayah yang bijaksana ini
memulai nasihatnya dengan sebuah perintah mengumpulkan sejumlah tongkat.
“Patahkan tongkat-tongkat ini!” Pintanya kepada
putra-putranya setelah beberapa tongkat kayu berukuran mungil tersebut
terkumpul.
Tak satu pun dari mereka yang berhasil mematahkan
tongkat yang terbendel menjadi satu itu. Sang ayah lalu membagi tongkat itu
satu per satu kepada masing-masing anaknya. Begitu perintah serupa
dilonntarkan, kayu-kayu itu pun dengan ringan bisa dipatahkan.
“Seperti itulah kalian nanti sepeninggal Ayah.
Kalian tak terkalahkan sepanjang bersatu. Namun bila kalian tercerai-berai,
musuh akan menggoyahkan kalian.”
Sang ayah bijak tersebut melanjutkan bahwa
perjuangan menegakkan agama atau peradaban juga semacam itu. Usaha mulia
tersebut akan keropos kala para pejuangnya terpecah-pecah. Musuh tak akan
sanggup mencengkeram mereka manakala persatuan menjadi bentengnya.
“Begitu pula manusia dalam jiwanya. Apabila seluruh
kekuatan diri bersepakat menegakkan agama Allah, setan dari jenis jin dan
manusia tidak akan mampu menggodamu lantaran pertolongan iman dan kemampuan
mengendalikan diri.”
Demikian Syaikh Nawawi al-Bantani bercerita dalam
kitab al-Futûhât al-Madaniyyah fisy Syu’abil Îmâniyyah ketika menyinggung salah
satu cabang iman, yakni tentang persatuan. Penjelasan ini membawa kita pada
ingatan sejarah perjuangan ulama dan pahlawan lainnya melawan kaum penjajah di
negari ini.
Sebagaimana ajaran Syaikh Nawawi tentang persatuan,
ulama saat itu rela berkorban segalanya untuk kemerdekaan dalam semangat
keimanan. Jargon “hubbul wathan minal iman (cinta Tanah Air bagian dari iman)”
menggema di mana-mana. Nafas kebebasan yang kita raih saat ini menjadi bukti
bahwa persatuan menjadi pagar kuat bagi serangan luar, dan membuahkan kondisi
yang dicita-citakan.
Syaikh Nawawi mengurai cabang iman (syu’abul îmân)
hingga tujuh puluh tujuh. Selain rukun iman, di antara ke-77 cabang tersebut
adalah berdamai dengan sesama manusia, mencintai orang lain seperti mencintai
diri sendiri, dan mencegah kemungkaran dengan cara-cara bijaksana. (Mahbib)
Source NU.or.id
0 comments:
Post a Comment