Perbuatan Manusia Ditentukan Akhirnya (Apik Pungkasane)
Abdurrahman
Abdullah bin Mas'ud ra berkata, Rasulullah saw yang jujur dan terpercaya
bersabda kepada kami,
“………..Demi
Allah, Dzat yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya ada diantara kalian yang
melakukan perbuatan-perbuatan penghuni surga hingga jarak antara dia dan dengan
surga hanya sehasta (dari siku s/d ke ujung jari), namun suratan takdirnya
sudah ditetapkan, lalu ia melakukan perbuatan penghuni neraka, maka ia pun
masuk neraka. Ada
juga yang melakukan perbuatan-perbuatan penghuni neraka hingga jarak antara dia
dan neraka hanya sehasta. Namun suratan takdirnya sudah ditetapkan, lalu ia
melakukan perbuatan penghuni surga maka ia pun masuk surga". (HR Bukhari
dan Muslim)
Sejalan
juga dengan hadits berikut ini riwayat Bukhori, “Rasulullah saw bersabda,
"Sesungguhnya
segala perbuatan ditentukan bagian akhirnya." (HR Bukhari).
Bila
kita mengacu pada hadits-hadits semakna diatas, maka jelaslah bagi kita, bahwa
kita dilarang “menghina” maupun merendahkan perbuatan baik sekecil apapun, juga
mencela orang lain yang membuat keburukan. Yang boleh kita lakukan adalah
mencela keburukannya (kelakuannya), bukan “orang” nya…
Telah
banyak kisah-kisah jaman dahulu dimulai dari jaman Nabi, dimana kita lihat
bahwa pembunuh paman nabi, Sayidina Hamzah RA, Wahsy bin Harb, pada akhir
hidupnya telah mendapatkan Hidayah dari Allah, begitu pula Hindun binti Utbah,
wanita yang menyuruh Wahsy bin Harb untuk membunuh Hamzah RA, dan berusaha
memakan jantung/hati beliau, namun tidak sanggup menelannya, hingga
memuntahkannya kembali.
Masih
ada lagi hadits tentang pembunuh yang telah membunuh 99 orang, yang kemudian
datang hidayah kepadanya untuk bertobat, walaupun ia masih menggenapkan untuk
membunuh orang lagi menjadi 100 orang, dikarenakan jawaban yang diminta si
pembunuh tidak memuaskan pembunuh tersebut, tetapi pada akhirnya tekad tobat
tersebut (yang tentunya atas takdir dan hidayah dari Allah) telah membuat
tobatnya diterima, dan dia masuk surga (walaupun belum sempat berbuat baik).
Maka
berbekal beberapa kisah diatas, marilah kita tidak menilai keburukan seseorang
menyebabkan kita “mencaci, mengumpat, mendoakan yang buruk” terhadap orang
tersebut. Cukuplah kita mendoakan saja agar orang-orang yang berbuat salah
(dikarenakan ketidaktahuannya) mendapatkan hidayah dari Allah, sehingga di
akhir hidupnya bisa bertobat.
Sesuai
dengan firman Allah dalam surah Al Maidah ayat 8,
“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Maka
kita disuruh berbuat adil, dalam menilai seseorang. Kita tidak boleh subjektif,
melainkan harus objektif, sehingga kita Insya Allah bisa mendekat ke derajat
Taqwa.
Mari
kita selalu berusaha untuk berbaik sangka, adil dalam menilai, tidak subjektif,
serta selalu berdoa kepada Allah, agar kita bisa terus mendapatkan taufik dan
hidayah, serta istiqomah dalam beribadah, agar diakhir hayat kita, kita tidak
termasuk dalam golongan orang-orang yang mendapatkan takdir yang buruk, yang
mengakibatkan kita bisa masuk kedalam neraka, dan kita termasuk dalam
orang-orang yang mendapatkan hidayah (terus) dan ampunan di hari akhir kita
meninggalkan dunia ini..amin…
Wallahua’lam
Source
: http://www.sarkub.com
0 comments:
Post a Comment